Sabtu, 16 Juli 2011

Agar Tak Menjadi Debu

Oleh Chandra Kurniawan
Sesungguhnya kemuliaan diri tidak terletak pada kesombongan dan tidaklah sama dengan kehinaan. Kemuliaan adalah cahaya dan terletak di kutub yang lain, sedangkan kehinaan adalah kegelapan dan terletak di kutub yang lainnya lagi.
Menghindari kesombongan bukan berarti rendah diri. Karena rendah diri kepada sesama manusia adalah kehinaan. Menghindari kesombongan adalah rendah hati, beribadah hanya karena-Nya dan mau menerima kebenaran dari mana pun datangnya.
Tidak ada orang yang menghindari kesombongan kemudian menjadi hina. Sekalipun orang itu tidak dikenal di masanya, tetapi karena akhlaknya yang mulia dan beramal dengan ikhlas, Allah mematri namanya di hati dan pikiran generasi selanjutnya. Tidak terasa ratusan tahun kemudian namanya banyak disebut orang, nasihat-nasihatnya didengar dan diamalkan, akhlaknya menjadi contoh teladan. Inilah makna firman Allah, “Dan kesudahan yang baik bagi orang-orang bertakwa.” (QS al-Qashash [28]: 83).
Abu Dzar Ra. berkata, “Ada orang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang orang yang mengerjakan suatu amal dari kebaikan dan orang-orang memujinya?” Beliau menjawab, “Itu merupakan kabar gembira bagi orang mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia.” (HR. Muslim).
Said bin Jubair walaupun bertahun-tahun dipenjara dan akhirnya dihukum mati, kepalanya dipenggal oleh seorang algojo, namun ulama dan kaum muslimin mencintainya dan mendoakannya karena dia adalah syuhada, pembela yang haq, dan penegak keadilan yang tak takut mati.
Ibnu Taimiyah mati di dalam penjara, namun kebaikan-kebaikannya terasa hingga kini. Dia dikenal sebagai ulama pembela as-Sunnah, panglima perang di medan jihad, dan seorang penulis yang tiada duanya. Kitabnya berjilid-jilid tebalnya, kandungannya sangatlah berharga, dan menjadi rujukan banyak ulama.
Hasan al-Banna mati ditembak, yang mengubur jenazahnya hanya empat orang; ayahnya, istrinya, anaknya, dan seorang nasrani. Hal itu terjadi karena seluruh pengikutnya dijebloskan ke dalam penjara dan para ulama tidak ada yang diberitahu tentang kewafatannya. Dia kini dikenal sebagai salah satu tokoh terkemuka, mujahid, ulama shalih, da’i, murabi, dan pendiri jamaah Islam terbesar di dunia.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim [14]: 24-25).
Sedangkan bagi orang-orang yang menyombongkan diri dan zhalim, sekalipun terkenal di masanya, kaya hartanya, tinggi kedudukannya, luas kekuasaannya, namun di masa kemudian hanya menjadi buah hinaan dan kutukan.
Al-Hajjaj seorang pejabat di masa kekhalifahan Umayah, dikenal karena kesadisannya, kekejamannya, pembunuh para ulama shalih, termasuk di dalamnya Said bin Jubair. Sekalipun kekayaannya banyak, kedudukan dan pangkatnya tinggi, namun ia hina di sisi Allah dan kaum muslimin yang mencintai kebaikan. Akhirnya ia mati dalam keadaan mengenaskan, tubuhnya dipenuhi bisul yang apabila muncul rasa sakit darinya, terdengar suara yang keras dari mulutnya seperti banteng yang meregang nyawa.
Ahmad bin Du’ad, seorang tokoh Mu’tazilah, ikut andil menyiksa Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad pun mendoakan kebinasaannya, maka Allah menimpakan padanya suatu penyakit yang membuatnya sering mengatakan, “Adapun separoh tubuhku ini apabila dihinggapi oleh seekor lalat, kurasakan sakit yang bukan kepalang hingga seakan-akan dunia ini kiamat. Sedang separoh tubuhku yang lain andaikata digerogoti dengan catut sekalipun, niscaya aku tidak merasakannya.”
Sultan yang memenjarakan Ibnu Taimiyah akhirnya turun tahta, ulama-ulama pembisiknya akhirnya tidak dihormati masyarakat. Ulama-ulama su’ (buruk) itu tidak dikenal kecuali hanya namanya, dan itupun hanya orang-orang tertentu saja. Tapi Ibnu Taimiyah dikenal sepanjang masa dan ulama-ulama serta kaum muslimin mengagumi dan meneladani sikapnya.
Raja Faruq, pembunuh Hasan al-Banna, akhirnya turun tahta setelah beberapa tahun kematian Hasan al-Banna. Dulunya dihormati, kini dicaci maki dan hanya bagian dari sampah sejarah mesir yang tak berguna. Pejabat-pejabat Mesir yang banyak menyiksa dan memasukkan aktivis ikhwanul muslimin ke penjara, seperti Gamal Abdul Naser dan Hamzah Basyuni mati secara mengenaskan. Yang pertama selalu dihantui ketakutan sebelum matinya, sedangkan yang kedua mati ditabrak truk penuh dengan besi sehingga tubuhnya tercabik-cabik tak karuan.
“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim [14]: 26-27).
Seberapa kayanya Anda, kelak ketika mati harta itu tidak akan dibawa ke alam kubur. Seberapa pintarnya Anda, sangat mudah bagi Allah memberi satu penyakit yang menjadikan seluruh ilmu yang Anda miliki hilang. Sekuat apa pun Anda, sesungguhnya Anda tidak lebih kuat dari rumput yang sering diinjak-injak orang.
Jadilah batu mulia, jangan jadi debu. Batu mulia mahal harganya dan sangat indah bila dipandang mata. Sedangkan debu, menempel di baju, menjadi kotor. Di mana pun ia menempel, sesuatu itu menjadi kotor. Batu mulia tersembunyi di dalam tanah, sangat sulit mencarinya. Kalaupun bisa, ia diambil dengan menggunakan alat khusus. Jika sudah diketahui ada di suatu tempat, beramai-ramai orang ke sana mencarinya.
Sedangkan debu, terlihat di depan mata, bahkan bisa membuat mata sakit, bisa membuat orang alergi. Orang-orang berusaha sebisa mungkin menghindari debu. Amal yang dilakukan bukan karena Allah – di dalam al-Quran – diibaratkan “batu licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak berdebu)”. (QS. al-Baqarah [2]: 264). Begitulah amal orang-orang yang sombong, tidak mendapatkan apa-apa selain hanya gerakan-gerakan yang melelahkan.

Minggu, 23 Januari 2011

Indahnya Kehidupan

Petunjuk “melihat” gambar dibawah:
Kalau mata kita mengikuti gerakan putaran bulatan warna pink, hanya akan terlihat satu warna, pink. Kalau pandangan mata ke tanda “+” hitam di tengah, makan bulatan yang berputar berubah warnanya ke hijau… Sekarang, konsentrasi ke tanda “+” hitam di tengah-tengah gambar. Dalam waktu yang singkat, pelahan-lahan bulatan pink akan menghilang, dan hanya akan terlihat satu bulatan hijau yang berputar.
Sangat mengagumkan cara otak kita bekerja. Sebenarnya tidak ada bulatan hijau, dan bulatan pink sebenarnya juga tidak menghilang. Rasanya cukup membuktikan bahwa kita tidak selalu melihat apa yang kita pikir kita melihatnya –> dengan kata lain, kita “melihat” bukan apa adanya, tapi “sebagaimana kita melihat” sesuatu…
image001.gif

Kadang kita merasa menghadapi suatu masalah yang “sangat sulit” atau “sangat berat” (baik di tempat kerja, di keluarga, di lingkungan masyarakat,maupun masalah pribadi diri sendiri), bahkan kadang bisa terlintas di benak kita, kenapa demikian berat beban masalah/cobaan yang kita terima ? (padahal kalau kita menerima anugrah/hadiah/ kenikmaran yang demikian besar, kita tidak pernah mempertanyakan nya, kenapa kok saya yang menerima). Dan kadang kita lupa dg doa : berilah beban yang aku sanggup memikul nya….
Berat – ringan, kecil – besar, masalah – bukan masalah, sedih-gembira, hukuman-pahala, derita/nestapa- bahagia.. ..dst. bukankah hanya cara pandang kita tentang “sesuatu” ?
Perihal, peristiwa, kejadian tetap sama, namun dengan sudut pandang yang berbeda (kita coba geser cara pandang) dan me-makna-i nya dengan cara yang berbeda, maka hasil nya juga akan berbeda. Semua hanya ada di benak kita sendiri !
Otak kita lah yang membuatnya berbeda ! Peristiwa bisa sama, namun kalau kita memaknai/memandang nya sebagai hal yang positif, bermanfaat, mengambil pelajaran, maka hasil nya akan demikian. Dan tentu sebaliknya.. .
Terlampir meneruskan kiriman dari seorang rekan yang membuktikan bahwa “cara kerja” otak kita ternyata “melihat” sesuatu bukan apa ada- nya, tapi sebagaimana kita melihat nya. Teringat salah satu ungkapan dari seorang sahabat (dalam bahasa Jawa) :”Sing ora ono iku sejatinya ono, sing ono iku sejati-ne dudu…” (yang tidak ada/nampak itu sejatinya ada, yang ada/tampak itu sejatinya bukan…”.
Sekedar renungan untuk kehidupan…. . Semoga ada manfaat nya.
Source: FWD email dari chusya30xxxx@yahoo.com